-->

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dikoreksi Sejumlah Lembaga

tren7news author photo
Ilustrasi: Prabowo menargetkan ekonomi Indonesia 8 persen selama pemerintahannya


Tren7news.com, Jakarta- Proyeksi atau perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dikoreksi sejumlah lembaga pada tahun ini. Salah satunya Bank Dunia atau World Bank (WB). Pada 2025, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen. Angka ini turun dari prediksi sebelumnya yang ada di angka 5 persen.


Perubahan perkiraan itu dimuat dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025. Pemangkasan dilakukan lantaran ketidakpastian kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas. Kondisi tersebut dinilai berdampak terhadap kepercayaan investor dan kinerja perdagangan Indonesia.


Lembaga lain yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah Dana Moneter Internasional (IMF). Semula, IMF memperkirakan ekonomi nasional tumbuh 5,1 persen di 2025. Kini, diturunkan menjadi 4,7 persen pada tahun yang sama. Proyeksi itu dirilis pada World Economic Outlook April 2025.


Proyeksi BI


Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 4,7-5,5%. Penurunan itu dipengaruhi dampak langsung tarif AS yang berdampak pada menurunnya ekspor ke Negeri Paman Sam. Lalu, ada dampak tidak langsung penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama Tiongkok.


“Sehubungan dengan itu, berbagai kebijakan perlu diperkuat guna memitigasi dampak dari menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia, dengan mendorong permintaan domestik dan memanfaatkan peluang peningkatan ekspor,” kata Perry saat konferensi pers Rabu, (24/04/25).


Perry mengatakan, memburuknya situasi global memerlukan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.


Selain memburuk, kini ekonomi dunia juga diliputi ketidakpastian yang makin tinggi. Penyebabnya beragam. Mulai dari tarif resiprokal (imbal balik) Amerika Serikat (AS), aksi retaliasi (balasan) Tiongkok, menurunnya volume perdagangan dunia, dan meningkatnya potensi pembelahan ekonomi global.


Arti Pemangkasan


Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemangkasan pertumbuhan ekonomi dari lembaga luar dan di dalam negeri menunjukkan situasi cenderung memburuk.


Bhima bahkan memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,5 persen di 2025. Proyeksi yang disampaikan Bhima berlandaskan sejumlah indikator. Semisal, peralihan penempatan investasi masyarakat dari yang berisiko seperti pasar saham ke emas batangan.


Peralihan itu jadi salah satu sinyal kehati-hatian dalam berbelanja dan berinvestasi. Menurutnya, masyarakat menilai tekanan lapangan kerja ke depan semakin sulit, sementara pendapatan semakin terkikis berbagai kebutuhan harian.


Hasilnya, masyarakat akan fokus pada kebutuhan pokok dibandingkan belanja-belanja yang sifatnya sekunder maupun tersier.


“Selain itu juga terjadi penurunan kualitas dari investasi yang masuk. Jadi, investasinya bukan tidak masuk, tetapi investasi yang masuk lebih sedikit menyerap tenaga kerja. Dan ini artinya investasi makin tidak berkorelasi terhadap dampak pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas,” kata Bhima kepada KBR, Selasa, (29/04/25).


Sementara itu, efek dari perang dagang saat ini sudah mulai dirasakan, yakni masuknya barang-barang impor terutama dari Cina, Vietnam, dan Kamboja. Situasi itu akan semakin menekan produksi dari industri domestik serta pelaku UMKM.


Di saat yang bersamaan, pemerintah justru melakukan respons yang kontradiktif dengan cita-cita menarik investasi yang berkualitas. Kata Bhima, banyak pihak mengundurkan diri untuk berinvestasi di Indonesia. Padahal, Indonesia sedang membutuhkan investasi yang lebih banyak menyerap tenaga kerja.


Mengingkari


Bhima menilai, pemerintah Indonesia justru bimbang di tengah negosiasi perang dagang. Di satu sisi, ada ancaman resesi ekonomi global, tetapi di sisi lain belum ada respons memuaskan pemerintah untuk mendorong ekonomi dalam negeri.


“Jadi, pemerintah cenderung denial (mengingkari), selalu dijawab Indonesia hebat, Indonesia kuat. Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah paket kebijakannya apa, solusinya apa?” kata Bhima.


Bhima menyebut, pemerintah belum mengambil langkah yang seharusnya dilakukan di saat ekonomi tertekan seperti saat ini. Kata dia. Di antara yang diunggulkan pemerintah juga belum bisa mendorong investasi yang menyerap tenaga kerja.


Program lain seperti Makan Bergizi malah bermasalah soal pembayaran. Di sisi lumbung pangan, pemerintah justru melibatkan militer. Pelibatan itu bakal menggantikan peran petani, dan menggerus lapangan pekerjaan di sektor pertanian. 


Belum lagi, pemangkasan anggaran yang turut menurunkan serapan kerja di sektor akomodasi perhotelan.


“Jadi, belum ada langkah konkret. Yang terjadi adalah pemerintah menggelontorkan program-program yang kurang bisa menciptakan lapangan kerja. Sementara di satu sisi efisiensi anggarannya justru mengurangi serapan kerja di berbagai sektor. Terutama di daerah-daerah yang basisnya adalah pariwisata,” kata dia.


Industri Bingung


Di sisi lain kata Bhima, sektor industri sedang di tahap kebingungan karena ketidakpastian ekonomi, termasuk masalah perizinan di Indonesia. Ia mendesak pemerintah menyelesaikan masalah perizinan dan memberantas korupsi terlebih dahulu agar bisa menggaet investasi.


Dia bilang, pemerintah mesti fokus langkah jangka pendek untuk memulihkan daya beli masyarakat dan juga mendorong investasi. Menurutnya. pemerintah saat ini menjawab berbagai tantangan ekonomi secara tidak tepat.


“Salah satunya misalnya setelah revisi Undang-Undang TNI, kemudian ke depan ada rencana RUU Polri, RUU KUHAP. Padahal situasi yang dibutuhkan sekarang adalah perbaikan di sisi ekonomi. Tetapi, yang diperbaiki tidak nyambung atau tidak berhubungan dengan sektor riil yang dihadapi masyarakat sekarang,” kata dia.


Bhima menyebut, fokus yang harus dipulihkan pemerintah terlebih dahulu adalah daya beli dan minat investasi, bukan soal pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti kemauan Prabowo. Hal ini diperlukan untuk bisa meredam guncangan ekonomi eksternal dan mendorong ekonomi nasional.


Optimistis


Pemangkasan pertumbuhan ekonomi dari sejumlah lembaga tak bikin pemerintah keder. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap optimistis ekonomi Indonesia tetap mencapai 5 persen pada 2025.


Alasannya kata dia, kinerja ekonomi kuartal pertama tahun ini diperkirakan akan mencetak angka pertumbuhan positif. Selain itu, kinerja konsumsi rumah tangga juga diklaim tetap baik. Hal itu didukung belanja pemerintah, termasuk di antaranya pemberian tunjangan hari raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lain. (Red)


Baca Juga
Komentar Anda

Berita Terkini